Mahfud MD Terus Mendapat Dukungan Tuntaskan Transaksi Janggal Rp349 T

Pekaaksara

Menko Polhukam Mahfud MD

pekaaksara.com – Menko Polhukam Mahfud MD terus mendapat dukungan dari berbagai kalangan dalam menuntaskan transaksi janggal Kemenkeu Rp349 triliun.

Kali ini, dukungan itu melalui petisi yang mengatasnamakan guru besar dan doktor Alumni Organisasi besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sebanyak 250 guru besar dan 247 doktor dari berbagai kampus besar di indonesia.

Dalam petisinya, para guru besar dan doktor tersebut menilai, skandal Rp349 Triliun adalah sebuah persoalan yang sangat krusial dan harus mendapatkan penindakan yang serius dari semua pihak yang berwenang.

“Munculnya polemik Rp349 Triliun yang dicurigai sebagai Transaksi Janggal termasuk di dalamnya kasus temuan kepabeanan senilai Rp187 Triliun menjadi pembuka tabir adanya masalah sistemik dalam kejahatan keuangan di Indonesia,” sebut dalam petisi itu

Mereka juga menilai bahwa ada krisis konstitusi di balik skandal yang melibatkan ratusan orang dari lingkaran Kementerian Keuangan itu.

Dugaan kejahatan TPPU di Kementerian Keuangan khususnya di Ditjen Pajak dan Bea Cukai membuktikan adanya krisis institusional, kebijakan, tata kelola dan moral yang memerlukan solusi segera.

Di samping itu, mereka juga cukup kecewa dengan sikap DPR RI yang terkesan seperti tidak serius di dalam merespons temuan yang diungkapkan oleh Mahfud MD, yang notabane adalah Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang (PP TPPU).

“Ini sangat memprihatinkan karena DPR tidak menunjukkan kepeduliannya terhadap pemberantasan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Padahal yang disampaikan oleh Menko Polhukam tersebut berdasarkan laporan-laporan yang diterimanya dari PPATK dan sumber-sumber lainnya yang kredibel,” terangnya

Oleh sebab itu, Petisi Guru besar dan Doktor Alumni HMI tersebut membuat 9 pernyataan sikap yang ditujukan untuk menyikapi persoalan tersebut. Pertama adalah desakan kepada DPR RI untuk serius melakukan proses hukum terhadap temuan yang dikemukakan oleh Mahfud MD.

Mendorong DPR berperan mengawasi proses penegakan hukum oleh Aparat Penegak Hukum (APH), sesuai dengan kewenangan yang ada. Kasus ini hendaknya tidak dibawa ke ranah politik. Peran DPR sangat diperlukan dalam menuntaskan RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana.

Kemudian pernyataan sikap poin kedua ditujukan kepada Mahfud MD, mereka menyatakan mendukung penuh langkah pemberantasan korupsi dan perang terhadap berbagai upaya tindak pidana pencucian uang.

Terlebih, Mahfud MD juga merupakan bagian dari mereka, yakni sesama guru besar dan alumni HMI.

“Mendukung Prof. M. Mahfud MD dan jajaran dalam membangun gerakan anti korupsi dan anti TPPU di berbagai sektor pemerintahan. Mendukung penuh dan mengawal perjuangan Prof. M. Mahfud MD dan jajaran dalam menuntaskan perkara kejahatan keuangan senilai Rp349 Triliun yang melibatkan jajaran internal Kementerian Keuangan maupun pihak eksternal Kementerian Keuangan,” tegas mereka

Lalu yang ketiga, mereka pun mendorong agar semua komponen yang terkait dalam upaya penanggulangan kasus ini agar saling bersinergi dan kompak di dalam upaya satu visi misi, yakni memberantas tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

“Diperlukan rekonsiliasi data dalam Komite TPPU antara Menko Polhukam, Menkeu dan PPATK sehingga data yang keluar sama dan valid, serta tidak seharusnya memunculkan penafsiran yang berbeda-beda seperti saat ini,” tuturnya.

Apalagi jika dilihat data yang dipaparkan oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana dan Menko Polhukam Mahfud MD adalah LHA (Laporan Hasil Analisa), dan data tersebut dianggap sudah setengah matang dan di dalamnya menunjukkan potensi dugaan terjadinya tindak pidana. Sehingga perlu ada gayung bersambut dari Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindaknya lebih lanjut.

“Oleh karena itu, Laporan PPATK tersebut harus ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum, baik KPK, maupun Kejaksaan dan Kepolisian,” sambung mereka.

Harapan keempat dari para guru besar dan doktor ini adalah transparansi dari semua pihak, baik proses yang berjalan hingga tindaklanjut di dalam mekanisme peradilannya. Jangan sampai ada satu saja proses yang ditutup-tutupi, dan memastikan masyarakat terus mengikuti dan mengawal prosesnya sampai akhir nanti.

“Menuntut proses penuntasan TPPU ini dilakukan secara transparan dan akuntabel. Masyarakat harus mengawasi proses penegakan hukum ini sampai tuntas,” lanjutnya

Tuntutan yang kelima adalah desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana. Hal ini penting, karena RUU Perampasan Aset yang pernah diupayakan oleh pemerintah kabarnya dimentahkan oleh DPR dan gagal masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas).

“Meminta komitmen Presiden Jokowi untuk mengatasi kepelikan hukum guna mengembalikan aset negara yang sangat dibutuhkan, baik untuk pembangunan maupun untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Karena itu, sangat diperlukan PERPPU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana,” tegasnya.

Selain melakukan penindakan secara tegas, di tuntutan keenam, mereka juga mendorong kepada semua lembaga dan badan yang ada di pemerintahan melakukan perhatian serius di internal masing-masing agar kasus-kasus sejenis tidak terjadi di kantor mereka.

“Mendorong Aparat Penegak Hukum dan/atau Lembaga lain yang concern agar melaksanakan penguatan gerakan pemberantasan korupsi di Lembaga Negara, Kementerian, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD secara tuntas,” tuntutnya.

Lalu, para doktor dan guru besar alumni HMI tersebut juga meminta agar upaya serius yakni penguatan pencegahan tindak pidana korupsi dari semua pihak, termasuk partai politik yang ada sehingga praktik KKN tidak mudah terjadi. Dan ini merupakan tuntutan untuk poin ketujuh dan kedelapan.

“Menuntut penguatan kelembagaan anti korupsi dan komitmen para pihak terkait dalam menuntaskan berbagai kasus korupsi. dan menuntut komitmen semua pihak, terutama para Ketua Umum Partai Politik dan elitnya dalam pemberantasan KKN,” lanjutnya.

Di tuntutan kesembilan, mereka juga mengampanyekan gerakan nasional anti korupsi secara masif kepada masyarakat luas.

“Sebagai salah satu simpul penggerak pemberantasan korupsi, berbagai elemen masyarakat sipil harus bersinergi dan terus aktif memasifkan Gerakan Nasional Anti Korupsi,” pungkasnya.

Di dalam petisi tersebut, terpampang para inisiator, yakni Prof. R. Siti Zuhro, Prof. Edy Suandi Hamid, Prof. Gunarto, Prof. Sri Puryono dan Prof. Unti Ludigdo.

Sekadar diketahui Sobat Holopis, bahwa rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR RI dengan Komite Nasional PP TPPU akan digelar pada hari Selasa (11/4), pukul 14.00 WIB besok siang. RDP akan dilakukan di gedung Nusantara II ruang rapat komisi III, kompleks DPR/MPR, Senayan, Jakarta. (*)

Baca Juga

Tinggalkan komentar

PASANG IKLAN DI SINI