JAKARTA, pekaaksara.com – Kisruh internal yang melanda Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pasca terbitnya SK Kemenkumham bukan sekadar urusan administratif. Ini adalah drama politik penuh intrik, di mana hukum dijadikan alat pemukul, bukan penata. Bagi PPP Pro Perubahan, SK tersebut bukan solusi, tapi bencana yang justru memperdalam luka partai.
Dari luar, ini mungkin terlihat sebagai konflik antar elite. Namun jika ditelisik lebih dalam, aroma intervensi kekuasaan begitu menyengat. Keputusan Menkumham mengesahkan kubu Mardiono sarat kepentingan politik. Pemerintah tampak tak netral, dan publik berhak bertanya, Atas dasar apa SK itu diterbitkan? Padahal prosesnya sarat kecacatan hukum dan prosedural.
Yang lebih mengkhawatirkan, publik mulai membaca pola. Ada dugaan operasi senyap untuk melemahkan basis politik Islam bukan semua partai Islam, melainkan hanya PPP. Partai ini dianggap paling rentan, paling mudah dikendalikan. Dan jika bisa dihancurkan dari dalam, maka salah satu pilar politik Islam Indonesia akan runtuh tanpa perlawanan frontal.
PPP: Target Strategis
Kenapa PPP? Karena sejarah panjangnya. Simbol keislamannya kuat di mata umat. Strategi menghancurkan dari dalam jauh lebih efektif ketimbang menyerang dari luar. Dan kini, skenario itu sedang dimainkan.
Mardiono diposisikan sebagai figur “legal” lewat SK Kemenkumham. Tapi legitimasinya rapuh. Penolakan dari akar rumput massif. Para kader terang-terangan menyebutnya sebagai agen penghancur PPP. Bahkan saat Mardiono hadir dalam acara partai, ia disambut dengan teriakan dan nyanyian “Mundur”..
Ini bukan sekadar konflik internal. Ini soal eksistensi. PPP bukan hanya partai, tapi simbol perjuangan politik Islam sejak Orde Baru. Menghancurkannya berarti menghapus satu bab penting dari sejarah politik umat.
Intervensi dan Ambisi Kekuasaan
Jika dugaan ini benar, maka intervensi kekuasaan terhadap PPP adalah bagian dari skenario besar menuju 2029 untuk konsolidasi kekuasaan, eliminasi potensi oposisi. PPP harus dikerdilkan agar tidak menjadi batu sandungan. Dan publik berhak curiga, benarkah RI 1 tidak tahu-menahu? Atau justru bermain dalam bayang-bayang?
PPP Pro Perubahan menolak tunduk. Bagi mereka, menyelamatkan partai bukan sekadar mempertahankan kursi, tapi menjaga marwah umat. Tuntutan mereka tegas:
Cabut SK Menkumham.
Kembalikan kedaulatan ke tangan kader sah.
Tolak elite haus kuasa yang hanya ingin dipanggil “Ketum”.
Jika SK itu tetap bertahan, maka sejarah akan mencatat:
PPP hancur bukan karena konflik internal semata, tapi karena intervensi kekuasaan yang tega mengorbankan partai Islam demi syahwat politik.
Saatnya Menentukan Sikap
Kini, pilihan ada di tangan kader, umat, dan para ulama yang masih mencintai PPP. Apakah akan diam saat partai ini dihancurkan pelan-pelan, ataukah akan bangkit melawan kedzoliman dan intervensi?