SUMENEP, pekaaksara.com – Konflik yang terjadi antara masyarakat Dusun Tapakerbuy, Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura atas penolakan reklamasi pantai untuk dijadikan tambak garam, hingga saat ini, terus memanas dan kian bergejolak.
Warga setempat kembali dibuat meradang dengan kedatangan rombongan masyarakat luar Desa, yang lengkap membawa excavator pada Rabu (05/07/2023) kemarin. Ternyata, pihak penggarap tetap kekeh memaksakan kehendaknya untuk merealisasikan penggarapan tambak, tanpa memperdulikan deraian air mata penduduk Tapakerbuy.
Hal tersebut semakin menyulut emosi warga Tapakerbuy, yang tak ingin tanah kelahirannya dikebiri oleh kerakusan pengusaha tambak garam. Pasalnya, upaya tersebut dinilai akan merusak lingkungan dan merampas hak-hak masyarakat kecil, terutama nelayan.
Akhirnya sejumlah warga Tapakerbuy, bergerak masuk ke lokasi yang rencananya akan direklamasi. Mereka menyaksikan pihak pro penggarap, telah berdiri sejajar dengan membawa sepotong bambu.
Tak gentar, warga kemudian mendesak turun ke lokasi pantai untuk mencabut bambu-bambu pancong yang telah ditancapkan, sebagai langkah awal membangun fondasi tanggul tambak.
Ketua RT Ahmad Siddiq menyerukan kepada warga agar tak takut pada pihak penggarap dan terus berjuang untuk melindungi pantai, yang masuk dalam kawasan lindung tersebut.
“Cabut semua pancong, tidak usah takut, kita menjaga pantai, ini adalah kawasan lindung!” ujarnya.
Di lain sisi, pasukan ibu-ibu tampak mengerumuni salah seorang perwakilan penggarap, yang diketahui bernama Fandari. Menurut Fandari, yang meminta agar warga yang keberatan bisa mengajukan gugatan ke pengadilan.
“Silahkan, menggugat ke pengadilan,” kata Fandari.
Tetapi salah seorang warga Tapakerbuy Wahyudi menegaskan, sebaiknya penggarap bisa menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di kepolisian, yakni laporan mengenai dugaan pengerusakan kawasan lindung, berdasarkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW).
“kita juga punya dasar, dan sudah melakukan laporan ke Polres. Karena ini kami anggap sebagai upaya pengrusakan kawasan lindung. Tolong proses ini dihormati,” tegasnya.
Wahyudi kemudia meminta warga untuk tenang dan naik kembali ke daratan karena pekerjaan telah dihentikan. Masing-masing kelompok kemudian saling bertahan diatas daratan sedang di laut terlihat tak ada pekerjaan dan excavator pun tampak diam.
Selang beberapa menit, warga pun terlihat cekcok kembali dengan para pekerja namun langsung diredam oleh salah seorang warga. Namun, tak berselang lama, ditandai bunyi alat berat excavator yang siap beroperasi, para pekerja tampak turun serentak juga langsung diikuti warga yang turun serentak.
Excavator yang akan mulai bekerja, dihadang langsung oleh Ketua RT Ahmad Siddiq. Tanpa perduli halauan warga lain, dirinya berusaha mengejar bucket yang sedang aktif sembari menyatakan bahwa dia tak takut mati demi memperjuangkan masyarakat dan tahan kelahirannya tersebut.
Biarkan! Saya tidak takut mati, saya tetap lawan, saya membela warga, saya tidak takut, ayo kalau mau tetap dikerjakan saya hentikan!” teriaknya.
Ditemani sang istri, Siddiq duduk di atas bucket excavator yang kemudian disusul oleh sejumlah warga lainnya. Alhasil mesin excavator dimatikan dan para pekerja mulai naik ke daratan.
Setelah aksi membahayakan tersebut, para pekerja berangsur meninggalkan lokasi rencana reklamasi. Sedangkan warga Tapakerbuy, masih memilih untuk bertahan dan melakukan shift jaga, karena khawatir pihak penggarap akan melancarkan aksinya kembali.
Konflik Gersik Putih hingga saat ini masih belum menemukan titik terang, meski Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah turun langsung ke lokasi. Mirisnya, Kepala Desa Gersik Putih Mohab seolah enggan menyokong, bahkan menggubris sedikitpun perjuangan yang dilakukan oleh warganya. (*)