pekaaksara,com– Saat itu umur Soekarno sekitar 14 tahun. Masa puber dan rasa ingin mengetahui lebih satu sama lainnya. Soekarno yang sejak kecil membenci tindakan pemuda-pemuda Belanda yang arogan dan merendahkan pribumi ini, ternyata harus bergaul dengan komunitas mereka. Itu semua karena sekolah Soekarno di ELS Kota Mojokerto.
Soekarno ditengah pemuda Belanda yang posturnya jauh lebih besar itu, ternyata Soekarno tidak pernah minder atau kecil hati. Justru Soekarno sangat percaya diri untuk berkompetisi secara fisik mulai berkelahi hingga menggoda noni-noni Belanda guna menunjukkan harga dirinya.
Dalam buku Biografi Soekarno 1901-1950 tulisan Lambert Giebels menggambarkan, Soekarno menyebut dirinya sendiri sebagai seorang jagoan yang menguasai teman-temannya. Bekas tetanganya Hermen Kartowisastro membenarkan gambaran tersebut.
Contoh kasus ketika mereka bermain haktollen di halaman rumah Soekarno. Gasing berujung tajam dengan tali yang melilit benda itu ditarik dengan kerasnya. Kemudian dilempar di sebuah garis lingkaran di atas tanah. Jika gasing berhenti di dalam lingkaran tidak boleh diambil, dan pemain lain boleh membelahnya dengan gasing tajam yang sama-sama dilempar. Jika kalah maka bisa kehilangan gasing.
Hermen bercerita saat itu dirinya berhasil membelah gasing Soekarno. Sesuai atauran main, maka gasing Soekarno harus dimilikinya. Namun yang terjadi, Soekarno mengambil gasing milik Hermen yang mahal terbuat dari kayu pohon asam tersebut, lalu dilemparkannya ke dalam kali.
“ Kami berkelahi dengan sengit, dan karena saya lebih besar dan lebih kuat dengan mudah Soekarno saya kalahkan. Berminggu-minggu Soekarno tidak menyapa saya,” cerita Hermen ketika menulis kenangan masa mudanya ini.
Sikap yang sangat percaya diri ini juga dibuktikan Soekarno pada kegiatan lain. Bukan perkara sulit bagi Soekarno muda untuk mendekati gadis Belanda. Otaknya pintar, serta wajahnya pun tampan meskipun golongan pribumi. Apalagi bapaknya R Soekemi dikenal sebagai kepala sekolah yang cukup terpandang di daerah Kota Mojokerto. Tak heran, gadis-gadis Belanda mau saja didekati Soekarno.
Kakak kandung Soekarno, Soekarmini Wardoyo, menceritakan kelakuan adiknya dalam buku ‘Bung Karno Masa Muda’. Buku ini diterbitkan Pustaka Yayasan Antar Kota Jakarta tahun 1978. Dalam buku tersebut gadis Belanda yang pertama kali dipacarinya adalah Rika Meelhuysen.
Gadis itu pulalah yang pertama kali dicium oleh Soekarno. Ketika itu umur Soekarno baru 14 tahun. Seketika berita aksi Soekarno memacari gadis primadona di sekolah membuat gempar. Ini seperti sebuah kemenangan kaum pribumi yang bisa berhubungan sosial sederajat dengan warga Belanda.
Awalnya memang Soekarno mendekati Rika karena ingin dianggap memiliki kelas yang sama dengan pemuda Belanda. Namun Soekarno ternyata lupa dengan niatnya itu. “Namanya cinta monyet, Soekarno benar-benar tergila-gila pada gadis Rika,” tulis Soekarmini.
Dia rela membawakan buku-buku milik noni Belanda itu. Dia juga rela memutar jalan hanya untuk bisa melewati rumah Rika dan berharap melihat sekilas gadis pujaannya.
Walau begitu, Soekarno tak mau cinta monyetnya diketahui sang ayah, Raden Sukemi Sosrodiharjo. Soekarno tahu ayahnya benci orang Belanda. Apa yang akan dilakukan ayahnya jika melihat Soekarno menjalin kasih dengan noni Belanda. Soekarno takut akan dihajar dengan rotan.
Nasib naas pada suatu sore, Soekarno sedang asyik berboncengan dengan Rika Meelhuysen. Di persimpangan dia tak sengaja menabrak seorang pengendara sepeda lain. Ternyata Soekarno menabrak Raden Sukemi, ayahnya sendiri! Bukan main takutnya Soekarno. Tapi ketika itu ayahnya tidak marah. Ketika tiba di rumah, ayahnya malah berkata dengan lembut.
“Nak, kau jangan kuatir aku akan marah karena kau bergaul dengan gadis Belanda itu. Hal itu baik sekali. Itulah jalan terbaik agar Bahasa Belandamu menjadi lebih baik lagi,” ujar ayah Soekarno.
Bagi Soekarno, nama Rika Meelhuysen tidak bisa dilupakan meskipun 50 tahun kemudian. “ Rika Meelhuysen gadis pertama yang pernah saya cium” kata Soekarno di kesempatan lain kepada penulis Amerika Cindy Adam.
Soekarno takut ayahnya marah jika mengetahui dia berkencan dengan gadis Belanda. Kenyataannya lain, ketika pada suatu ketika ia naik sepeda membonceng Rika dan tiba-tiba berhadapan dengan ayahnya, ternyata yang terakhir ini tidak keberatan dengan putranya yang bergaul dengan Noni Belanda. Ia menganggapnya cara bagus untuk melatih bahasa belandanya.
Rupanya Soekarno menyelesaikan studi di ELS tepat waktu. Sesudah kelas 7 dia sudah lulus dan bisa mengantongi ijasah untuk “pegawai pemerintah kecil” yang memungkinkan masuk jajaran pamong praja. Akan tetapi ayahnya mempunyai cita-cita yang lebih tinggi. R Soekemi menginginkan anaknya masuk perguruan tinggi. Untuk menuju cita cita itu, Soekarno harus melanjutkan ke sekolah lanjutan tinggi atau HBS.
Rupanya kepala sekolah ELS setuju denan niat Soekarno dan pada bulan Mei 1916 dinyatakan lulus bisa masuk HBS di Surabaya. Sejak saat itu Soekarno harus meninggalkan keluarga di Mojokerto yang jaraknya 50 kilometer dari Surabaya, serta kawan-kawannya termasuk sang kekasih Rika Meelhuysen. (Pulung Ciptoaji)