SURABAYA, pekaaksara.com – PKC PMII Jatim menduga banyak aktivitas tambang ilegal di berbagai daerah di Jawa Timur. Oleh karena itu, pihaknya menolak dengan cara menggeruduk gedung kantor DPRD Provinsi setempat, Rabu (08/11/2023).
Ketua Umum PKC PMII Jatim, Baijuri mengatakan, sebaran aktivitas tambang ilegal di Jawa Timur menunjukan tren yang tinggi. Tapal Kuda sebanyak 282, Mataraman 173, Metrpolis 70, Pantura 118 dan di Madura 91 tambang.
Dia mengurai, berdasarkan data Kementerian ESDM per Agustus 2023, terdapat 734 perusahaan tambang yang telah memiliki legalitas atau mengantongi izin, baik itu izin Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi berdasarkan ragam dan jenis komoditas.
Jenis pertambangan di Jawa Timur mayoritas tambang mineral non logam, di bagian utara menjadi blok konsesi minyak dan gas (migas) hingga pertambangan mineral logam.
“Data tambang Jawa Timur berdasarkan jenis Izin Usaha yaitu 56,4% WIUP dan 43,6& IUP,” katanya.
Di Banyuwangi, pertambangan mineral logam akan di konsentrasikan di dua Kecamatan yakni Pesanggaran dan Silirangung dengan luasan mencapai 22.600 hektar yang hampir seluruhnya terdiri dari wilayah hutan lindung dan produksi.
Jember, pesisir pantai Desa Paseban Kecamatan Kencong, Desa Puger Wetan dan Puger Kulo Kecamatan Puger yang juga sempat menimbulkan ketegangan dan konflik horizontal beberapa waktu lalu. Termasuk di Silo.
Trenggalek rencana tambang Emas seluas 12 ribu hektar, sekitar 9 dari 14 Kecamatan terancam dieksploitasi. Tuban, yang sering dianggap sebagai sarang tambang illegal, disana juga banyak korporasi ekstraktif yang telah merusak lingkungan.
Sedangkan Madura, kepulauan telah di kapling secara sepihak menjadi provinsi geologi dalam bentuk blok-blok migas dengan skala eksplorasi yang tinggi. Setidaknya tercatat ada 91 korporasi yang bercokol di 17 blok wilayah produksi migas.
Namun, ekspansi industri ekstraktif ini tidak hanya berhenti di pesisir Madura, aktivitas ekstraktif justru terus merangsek hingga kawasan Pantura, jika di pesisir selatan komoditas ekstraktif utamanya adalah mineral logam dengan jumlah 118 perusahaan yang melakukan eksplorasi. Misalnya, emas, pasir besi, tembaga.
“Beda lagi Pantura wilayah Banyuwangi hingga Pacitan, ekstraktifnya adalah mineral non-logam dan migas, serta eksploitasi batuan karst,” paparnya.
Menurutnya, dugaan maraknya aktivitas tambang illegal di Jawa Timur itu dalat mengancam lingkungan, sosial, dan ekonomi di wilayah terdampak.
Tambang ilegal juga merugikan masyarakat setempat, karena seringkali mereka tidak mendapatkan manfaat ekonomi yang seharusnya diperoleh dari sumber daya alam di wilayah mereka.
Selain itu, praktik tambang ilegal sering kali melibatkan tenaga kerja yang tidak terlatih dan tanpa perlindungan, meningkatkan risiko kecelakaan dan penyakit akibat paparan bahan kimia berbahaya.
“Dampak lain dari tambang ilegal adalah degradasi tanah dan air, yang dapat mengganggu ketahanan pangan dan mengurangi kualitas air minum. Selain itu, pencemaran udara akibat debu dan emisi gas beracun juga menjadi masalah serius. Misalnya di Blitar di daerah Kedawung,” jelasnya. (*)