Psikolog RSUD Sumenep: Kecanduan HP Picu Krisis Kognitif dan Gangguan Mental Serius

pekaaksara.com

Rsud sumenep
Psikolog RSUD dr. Moh. Anwar Sumenep, Nidaul Imaniya

SUMENEP, pekaaksara.com – Fenomena kecanduan gawai atau gadget addiction kini bukan lagi sekadar masalah kebiasaan, tetapi telah menjadi ancaman nyata bagi kesehatan mental, terutama di kalangan anak muda dan pengguna aktif media sosial.

Hal ini diungkapkan oleh Psikolog RSUD dr. H. Moh. Anwar Sumenep, Nidaul Imaniya, S.Psi., M.Psi., Psikolog, saat diwawancarai terkait dampak penggunaan ponsel berlebihan, Jumat (27/06/2025).

Menurut Nidaul, kecanduan HP memiliki dampak serius terhadap keseimbangan psikologis seseorang. Ia menyebutkan bahwa pengguna aktif yang terlalu lama terpapar layar berisiko mengalami gangguan seperti stres kronis, depresi, kecemasan, dan isolasi sosial.

“Bukan hanya berdampak pada pola tidur dan hubungan sosial, kecanduan HP juga telah terbukti secara ilmiah mengubah struktur otak manusia, khususnya di area prefrontal cortex—bagian otak yang berfungsi untuk pengambilan keputusan dan pengendalian impuls,” jelasnya.

Dalam kajian neurosains terkini, penggunaan gadget secara berlebihan diketahui menurunkan densitas materi abu-abu di otak, membuat seseorang lebih impulsif dan rentan terhadap gangguan perhatian.

Bahkan, lanjutnya, fenomena phantom vibration syndrome yaitu merasa ponsel bergetar padahal tidak adalah contoh nyata dari ketergantungan psikologis ini.

“Mekanisme kerja dopamin saat kita scroll media sosial mirip dengan efek zat adiktif. Itulah sebabnya banyak orang merasa gelisah, cemas, bahkan panik jika jauh dari ponselnya,” tambah Nidaul.

Yang lebih mengkhawatirkan, lanjutnya, adalah dampak jangka panjang terhadap generasi muda. Berdasarkan sejumlah studi, rata-rata attention span manusia kini telah menurun menjadi sekitar 8 detik lebih rendah dibandingkan ikan mas yang mampu bertahan hingga 9 detik.

“Kita sedang menghadapi krisis kognitif. Anak-anak dan remaja tumbuh dengan kemampuan konsentrasi yang rendah, kesulitan fokus, dan cenderung menghindari interaksi sosial yang nyata.

“Ini tentu berdampak pada produktivitas, kualitas hubungan interpersonal, bahkan kemampuan mereka untuk menikmati momen-momen penting dalam hidup,” ujarnya prihatin.

Sebagai langkah awal, Nidaul menyarankan agar masyarakat terutama orang tua lebih bijak dalam menggunakan teknologi. Mulai dari menetapkan waktu layar (screen time), hingga membiasakan digital detox secara berkala.

“Teknologi itu alat, bukan pengganti kehidupan. Mari kita ajarkan anak-anak kita untuk hidup hadir di dunia nyata, bukan hanya eksis di layar,” pungkasnya (*)

Baca Juga

[addtoany]

Tinggalkan komentar

PASANG IKLAN DI SINI