Batik Festival Sumenep Disorot: Pelestarian Budaya atau Panggung Pencitraan?

pekaaksara.com

Batik festival
Gelaran Batik Festival Sumenep 2025 (ist)

SUMENEP, pekaaksara.com — Festival Batik tahunan yang digelar di Kabupaten Sumenep, Madura, menuai kritik. Alih-alih menjadi ruang pelestarian budaya dan penguatan ekonomi kreatif, acara ini justru dinilai tak lebih dari panggung seremonial penuh glamor, jauh dari akar persoalan para perajin batik.

“Apa dampaknya selama ini? Festival digelar tiap tahun, tapi nasib pengrajin tetap di tempat. Tidak semua dilibatkan, jadi ini memasarkan batik siapa?” tegas salah satu pengrajin batik lokal yang enggan disebutkan namanya, Jumat (12/9/25).

Ia mengaku kecewa dengan arah penyelenggaraan festival yang lebih didominasi oleh parade busana, lomba dangkal, dan pidato-pidato kosong. Menurutnya, aspek esensial seperti pelatihan membatik, pendampingan UMKM, hingga pembukaan akses pasar justru diabaikan.

“Kalau betul niatnya promosi batik, libatkan semua pengrajin. Setiap peserta harus mengenakan karya dari pengrajin yang berbeda, bukan hanya batik milik desainer elite atau kerabat panitia, misalnya,” ujarnya kesal.

Nada serupa disampaikan pengrajin lainnya. Ia menyebut acara ini tak lebih dari ajang pamer tubuh dengan balutan batik, bukan ruang apresiasi terhadap karya perajin.

“Mau lestarikan batik atau hanya menjadikannya kedok pencitraan? Kalau hanya sekadar defile dan kontes, itu bukan pelestarian budaya. Itu hura-hura,” sindirnya.

Sudah saatnya penyelenggara dan pemangku kebijakan diminta mengevaluasi total arah festival ini. Jika benar ingin melestarikan batik, maka panggungnya harus diberikan kepada mereka yang selama ini berjibaku di balik kain para pengrajin, bukan hanya mereka yang tampil di depan kamera.

Sementara itu, penangung jawab acara, dr. Novi Sri Wahyuni tidak menanggapi meskipun berkali kali dihubungi media ini (*)

Baca Juga

[addtoany]

Tinggalkan komentar

PASANG IKLAN DI SINI