MALANG, Pekaaksara.com – Di tengah hiruk-pikuk Kota Malang, sekelompok mahasiswa asal Desa Pinggirpapas, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, menemukan ruang kehangatan melalui pertemuan sederhana. Mereka menamakan diri Qomaran Generation, generasi muda tanah garam yang tengah menempuh ilmu di tanah rantau.
Pertemuan itu berlangsung hangat di kediaman pembina mereka, Fairouz Huda, Selasa malam (16/9/2025), di kawasan Villa Bukit Tidar. Agenda yang digagas sebagai bentuk silaturrahmi ini menjadi wadah memperkuat identitas, saling menguatkan, serta mengingatkan kembali pada akar kebudayaan asal.
“Sebagai anak kandung dari rahim tanah garam, pertemuan seperti ini sangat membahagiakan. Kita bisa saling menjaga, saling mengingatkan, dan yang terpenting: tetap terikat pada akar budaya di desa,” ujar Fairouz, sosok yang dikenal aktif mendampingi mahasiswa Pinggirpapas di Malang.
Diskusi Tradisi Nyadar, Ritual Warisan Sejak 1408 M
Pertemuan malam itu terasa istimewa karena turut menghadirkan Agung Ali Fahmi, S.H., M.H., dosen Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura (UTM). Ia merupakan peneliti hukum adat yang tengah menyusun disertasi doktoral dengan fokus pada masyarakat pesisir Pinggirpapas.
Dalam forum diskusi, Agung membedah nilai-nilai yang terkandung dalam Tradisi Nyadar, ritual adat masyarakat Pinggirpapas yang telah berlangsung sejak abad ke-15, jauh sebelum Perang Diponegoro.
“Nyadar bukan hanya ritual budaya, tapi miniatur Pancasila. Ia mencerminkan religiusitas, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial,” jelas Agung.
Ia menambahkan, tradisi ini tidak terjebak dalam festivalisasi budaya seperti yang terjadi di banyak tempat. Justru masyarakat Pinggirpapas memilih menjaga kemurniannya, menolak komersialisasi, dan mempertahankan nilai spiritual serta sosial yang terkandung di dalamnya.
Pinggirpapas: Desa Tua, Warisan Garam, dan Identitas yang Terlupakan
Dalam diskusi tersebut, juga disinggung sejarah panjang Desa Pinggirpapas sebagai salah satu sentra garam tertua di Nusantara. Bahkan menurut catatan, desa ini menjadi salah satu rujukan dalam UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Sayangnya, meski memiliki sejarah panjang dan kontribusi nyata dalam industri garam nasional, identitas ini belum sepenuhnya diakui oleh pemerintah daerah.
“Sangat disayangkan. Pinggirpapas layak dikenal sebagai asal muasal Kota Garam, tapi hingga kini tidak mendapat tempat dalam narasi resmi. Justru lebih sering dikaburkan dengan julukan ‘Kota Keris’ yang masih patut dipertanyakan relevansinya,” tegas Fairouz.
Perkuat Komunitas Rantau, Jaga Akar Tradisi
Qomaran Generation sendiri berkomitmen untuk terus merawat ikatan di perantauan. Rencananya, mereka akan mengadakan pertemuan rutin, baik dalam bentuk diskusi tematik, kemah kebudayaan, maupun forum informal seperti ngopi sambil berdiskusi tugas kampus.
“Kita ingin mahasiswa rantau dari Pinggirpapas tidak tercerabut dari akar. Kota boleh jadi tempat belajar, tapi desa tetap sumber nilai dan jati diri,” pungkasnya. (*)