pekaaksara.com, Sumenep – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep harus membatalkan SHM (Sertifikat Hak Milik) di kawasan laut Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Sumenep.
Sertifikat tersebut diterbitkan pada tahun 2009, dengan mengatasnamakan perorangan seluas 21 hektare.
Hal tersebut didesak oleh warga Desa Gersik Putih, bersama aktivis Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) saat berunjuk rasa ke Kantor Badan Pertanahan Nasional setempat, Rabu (17/5).
Kawasan tersebut bakal direklamasi untuk dibangun tambak garam oleh pengusaha yang difasilitasi Pemerintah Desa dengan alasan sudah ber-SHM.
Warga menolak hal tersebut karena dinilai berdampak negatif terhadap keberlangsungan ekosistem laut dan lingkungan sekitar. Termasuk pada penghasilan masyarakat setempat.
”Di kawasan itu adalah ruang hidup bagi warga. Tempat mencari ikan dan rajungan. Karena kebengisan pemodal dan Pemerintah Desa mau dihabisi dengan dibangun tambak dengan alasan ber SHM,” kata Korlap Aksi ARB Fadlillah dalam orasinya.
Desakan itu tidak hanya dilontarkan melalui orasi, melainkan juga membentangkan sejumlah poster berisi kecaman. ‘Anak Cucu Kami Tidak Butuh Tambak, Tapi Butuh Pantai’. Poster lain juga dibawa yang intinya mengecam keras penerbitan SHM oleh BPN.
Fadlillah menduga ada permainan antara BPN dengan Pemerintah Desa maupun pemilik SHM dalam penerbitan sertifikat. Pasalnya, kawasan tersebut adalah laut, bukan berupa daratan sehingga penebitan SHM tidak wajar dan diduga kuat melanggar prosedur.
”Laut bukan milik nenek moyang mereka (pemegang SHM. Red). Tapi, negara dan dalam RTRW jelas pantai dan laut adalah kawasan lindung yang tidak boleh diotak-atik sebagai apapun,” ujarnya.
Salah satu masa aksi Amirul Mukminin menambahkan, BPN Sumenep terkesan tidak responsip terhadap polemik reklamasi laut untuk pembangunan tambak garam di daerahnya.
Beberapa waktu lalu, pihaknya mengaku sudah dua melayangkan surat ke BPN untuk audiensi serta ingin memgetahui salinan dokumen atas pantai yang di SHM. Namun, tidak ditanggapi.
”Dua kali kami bersuratan ke BPN, tidak ada respon sama sekali. Rencana investigasi juga tidak ada perkembangannya. Sebaliknya, pernyataan salah satu pejabat di BPN di media soal status tanah justru seakan menutupi fakta bahwa disana bukan laut,” ungkap Amirul.
Ia menegaskan, objek lokasi ber-SHM yang akan dibangun tambak garam bukanlah daratam yang terkena abrasi. Tetapi, kawasan pantai atau laut sejak puluhan tahun silam.
“BPN harus bertanggung jawab atas penerbitan sertipikat tersebut,” kecammya.
Sementara itu, Kepala BPN Sumenep Kresna berjanji akan menindaklanjuti tuntutan tersebut dengan turun ke lokasi yang menjadi objek permasalahan pekan depan.
“Senin depan kami akan jawab surat-surat yang disampaikan warga, kemudian hari Rabu pekan depan akan turun ke lokasi,” katanya saat menemui masa aksi.
Namun, Ia menyampaikan untuk turun ke lokasi BPN perlu pendampingan dari aparat penegak hukum khususnya Kepolisian. BPN juga meminta pihak Pemerintah Desa dihadirkan ke lokasi saat meninjauan lapangan. (*)