SUMENEP, pekaaksara.com – Festival Tongtong se-Madura 2025 di Kabupaten Sumenep yang seharusnya menjadi ajang kebanggaan budaya Madura, justru meninggalkan banyak tanda tanya dan kekecewaan.
Di balik kemeriahan dan gegap gempita ribuan penonton, pelaksanaan tahun ini dinilai paling amburadul dalam beberapa aspek teknis dan penilaian.
Sorotan pertama datang dari rute yang dipilih panitia. Banyak penonton dan peserta menilai, jalur tahun ini tidak layak untuk event sebesar Festival Tongtong, karena terlalu sempit dan berbahaya. Ditambah lagi dengan pagar pembatas yang dinilai sia-sia.
“Pagar itu percuma, penonton tetap bisa masuk ke dalam arena tanpa pengawasan. Malah bikin sempit dan mengganggu pandangan,” ungkap salah satu penonton dengan nada kecewa, Sutrisno, Senin (20/10/25).
Lebih parah lagi, di sepanjang rute banyak ditemukan kabel listrik berserakan dan menjuntai rendah, hingga membahayakan peserta yang membawa dekorasi tinggi. Beberapa grup bahkan harus berhenti dan menundukkan properti agar tidak tersangkut kabel.
“Panitia seolah tidak memperhitungkan hal teknis di lapangan. Tidak semua grup punya dekorasi kecil, banyak yang besar dan tinggi. Itu harusnya dipikirkan sejak awal,” ujarnya.
Masalah tidak berhenti di situ. Penilaian juri dan transparansi hasil lomba menjadi topik paling panas di kalangan peserta. Sejumlah grup menilai keputusan dewan juri tidak objektif dan tidak transparan, terutama dalam kategori dekorasi.
“Tahun-tahun sebelumnya hasil rekap nilai diumumkan secara terbuka. Sekarang tidak ada, tiba-tiba keluar hasil tanpa penjelasan. Wajar kalau banyak yang merasa dirugikan,” kata perwakilan salah satu peserta.
Kecurigaan muncul ketika grup dengan dekorasi spektakuler justru tak masuk nominasi sama sekali. Penonton dan peserta sama-sama mempertanyakan, apa dasar penilaian juri? dan di mana fungsi pengawasan dari panitia dan dinas terkait.
“Banyak dekorasi yang megah dan penuh konsep. Tapi kok tidak masuk nominasi? Ini jelas ada yang tidak beres. Juri dan panitia harus berani terbuka,” tegas salah satu peserta lain.
Kritik juga dialamatkan kepada dinas terkait, yang dinilai lemah dalam pengawasan teknis dan pembinaan terhadap panitia. Padahal, Festival Tongtong bukan sekadar hiburan, melainkan wajah budaya Madura di mata publik nasional bahkan internasional.
Ketidaksiapan teknis, lemahnya koordinasi, serta dugaan ketidaktransparanan dalam penilaian menjadi cermin buram bagi penyelenggaraan festival besar di Sumenep.
“Jika catatan ini tidak segera ditindaklanjuti, masyarakat khawatir Festival Tongtong akan kehilangan kepercayaan publik dan makna budaya yang selama ini dijaga,” pungkasnya (*)