SUMENEP, pekaaksara.com – Akhir Agustus 2023 Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (Dinkes dan KB) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, dikabarkan kosong pimpinan atau Kepala Dinasnya.
Hal tersebut karena Kepala Dinas Kesehatan dan KB yang saat ini dinahkodai Agus Mulyono diprakirakan pensiun pada bulan tersebut.
Lalu siapakah yang akan menggantikan posisi tersebut dan seperti apa sosok yang pas untuk mengisinya?
Pemerhati Kesehatan Masyarakat Sumenep Ajimuddin mengatakan, Sumenep butuh Kepala Dinas yang paham dunia kesehatan dan mengerti psikososial masyarakat. Selain kualitas dan integritas, Sumenep memerlukan sosok yang cerdas dan kreatif.
Kenapa serumit itu, Ajimudin mengungkapkan,
Selain bertugas membantu Bupati dalam menyelenggarakan bidang kesehatan yang menjadi kewenangan daerah, Kepala Dinas wajib menjalankan fungsinya.
Merumuskan kebijakan ruang bidang kesehatan,
menuntaskan kebijakan dunia kesehatan. Dan tentu saja harus membuat terobosan strategis untuk menangani problem kesehatan dalam kultur sosial wilayahnya.
“Bukan sekadar menjadi petugas administrasi Dinas bidang kesehatan dan membantu realisasi janji politik seorang Bupati,” ujarnya, Sabtu (14/07/2023).
Lebih dari itu, Dinkes dan KB butuh seorang kepala dinas yang kreatif dan membumi. Misalnya soal kesehatan masyarakat yang selama ini tidak diperhatikan sama sekali seperti sanitasi di lingkungan dusun atau desa.
“Di daerah terpencil Sumenep masih banyak masyarakat yang tidak memiliki MCK keluarga, jika buang kotoran pergi ke sungai, ladang atau hutan. Nyaris tidak ada MCK umum yang dibangun di dusun-dusun terkait. Itu harus menjadi perhatian juga,” katanya.
Kemudian Pustu (Puskesmas Pembantu), sektor ini begitu liar, seolah berdiri sendiri dan tidak mengikuti kebijakan umum Negara. Di tempat ini tidak berlaku BPJS dan kebijakan berobat gratis. Untuk mengganti 2 air infus saja bisa senilai Rp400-500 ribu.
“Secara SDM, masyarakat mengalami kesulitan untuk berkonsultasi soal kesehatannya. Seolah mereka boleh datang ke pusat kesehatan masyarakat hanya untuk berobat bukan konsultasi. Maka diperlukan adanya petugas kesehatan yang khusus memberikan konsultasi, penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat,” terangnya.
Namun, ditegaskan Aji, bukan konsultan yang menjadi calo dari dokter tertentu yang terlibat kerja-kerja mafia. Misalnya, memfremming supaya suatu penyakit harus dibawa ke dokter bedah (supaya dapat fee) padahal bisa diusahakan dengan konsumsi obat secara rutin, misalnya.
Maka dari itu, dirinya berharap, kepala dinas yang ideal bukan hanya pandai pada bidangnya tetapi ia juga figur humble bukan sosok yang a-sosial atau tidak paham kondisi masyarakat. (*)