SUMENEP, Pekaaksara.com– Fakta baru kembali terkuak dari gelaran Pragaan Fair 2025. Pendapatan panitia ternyata membengkak hingga Rp107,32 juta.
Hasil tersebut, akumulasi dari pungutan partisipasi instansi, desa, lembaga dan tarif sewa stand UMKM. Namun, honor para penampil panggung hingga kini masih misterius.
Berdasarkan dokumen resmi bertajuk Daftar Rincian Partisipasi yang ditandatangani Camat Pragaan dan Ketua Panitia, tercatat 57 entitas penyumbang. Mulai pemerintah desa, instansi vertikal, lembaga pendidikan, hingga pelaku usaha.
Nilai sumbangan bervariasi, dari Rp50 ribu hingga Rp1,5 juta, bahkan ada kategori “tak terbatas” untuk sektor industri, perdagangan, dan apotek. Dari pos ini saja, panitia meraup Rp58 juta.
Investigasi lapangan menunjukkan, kantong panitia makin tebal dari pungutan sewa stand UMKM. Stand di dalam lapangan dibanderol Rp750 ribu per unit (60 unit, total Rp45 juta).
Bukan hanya itu, Stand tambahan di sisi utara disewakan Rp300 ribu per unit (12 unit, Rp3,6 juta). Plus pungutan listrik Rp10 ribu untuk 72 stand (Rp720 ribu). Total pemasukan dari sektor ini mencapai Rp49,32 juta.
Jika dijumlah, pundi panitia sedikitnya Rp107,32 juta—belum termasuk sponsor atau donatur lain. Ironisnya, di tengah besarnya pemasukan itu, para pelaku seni yang mengisi panggung justru mengaku belum menerima hak mereka.
“Air saja tidak disediakan saat kami tampil,” keluh salah satu anggota grup banjari, Selasa (5/8). Dia mengaku panitia pernah menjanjikan uang transport, namun hingga kini belum ada kejelasan. “Katanya masih menunggu rapat final panitia.”
Keluhan ini bukan hanya datang dari grup banjari. Semua penampil, mulai musik tong-tong serek hingga penari dari sekolah-sekolah, mengaku mengalami nasib serupa. Padahal, informasi internal menyebut anggaran untuk mereka sudah tercantum di struktur kepanitiaan.
Ketua Pelaksana Pragaan Fair, Badrul Akhmadi, tidak membantah besarnya pendapatan tersebut. Dia berdalih, dana itu tak sepenuhnya untuk Pragaan Fair, melainkan juga membiayai rangkaian HUT ke-80 RI.
“Kalau cuma Pragaan Fair saja, kita untung besar. Tapi kenyataannya uang sekarang tidak ada di tangan saya,” ujarnya.
Badrul juga menegaskan, panitia memang tidak menyiapkan honor khusus untuk penampil. “Kalau untuk peserta seni, kami hanya menampilkan mereka. Artinya, hanya mendapat sertifikat saja. Khusus Tong-tong Serek, nanti difasilitasi untuk mendapatkan Nomor Induk Kesenian (NIK),” terangnya.
Temuan ini menambah daftar panjang kontroversi Pragaan Fair 2025. Di tengah gegap gempita acara, kreativitas dan tenaga pelaku seni lokal justru hanya menjadi pelengkap—tanpa nilai tukar yang layak. (*)
(Iqb/pekaaksara.com)